Sekolah Impian: Mengatasi Krisis Multidimensi

France_in_XXI_Century_School-520x324
Ilustrasi gambar diambil dari sini

Saat ini jika kita melihat fenomena-fenomena yang terjadi di Indonesia akan banyak kita temui kasus-kasus negatif yang terjadi pada kaum pelajar. Baru-baru ini Indonesia dihebohkan dengan kasus pelecehan seksual terhadap anak-anak. Kasus pelecehan seksual yang mulai terkuak semenjak kejadian pelecehan seksual pada anak di Jakarta Internasiona School (JIS) diikuti dengan kasus-kasus pelecehan seksual pada anak lainnya seperti kasus predator seks di Sukabumi yang melibatkan ratusan korban siswa Sekolah Dasar. Tak hanya itu, bahkan sebelum maraknya kasus pelecehan seksual terhadap anak, sudah banyak terjadi kasus yang melibatkan para pelajar seperti kasus pembunuhan, tawuran pelajar, kekerasan pada saat ospek mahasiswa baru, dan masih banyak kasus-kasus lainnya.

Buya Hamka pernah berkata bahwa kemunduran negara tidak akan terjadi jika tidak ada kemunduran budi dan kekusutan jiwa. Jika dikaitkan dengan kasus yang terjadi pada kaum pelajar, hal tersebut terjadi akibat minimnya moral dan budi pekerti yang ditanamkan oleh sekolah untuk siswa-siswa nya. Buya Hamka juga pernah memprediksikan bahwa Indonesia akan mengalami krisis multidimensi akibat dikuranginya jam pelajaran Pendidikan Agama dan dihapuskannya pendidikan Akhlak Budi Pekerti yang hasilnya akan terlihat 25-30 tahun mendatang. Dan sekarang bisa disaksikan bagaimana keadaan rakyat Indonesia pada saat ini.

Sekolah merupakan tempat menimba ilmu untuk semua orang. Sekolah sebagai wadah bagi mereka untuk mengasah dan mengembangkan kemampuan potensi setiap individu. Sistem pembelajaran yang baik dan optimal merupakan kunci keberhasilan suatu sekolah dalam mencetak penerus-penerus bangsa yang cerdas dan berbakti pada negara. Semakin baik sistem pembelajaran yang diterapkan maka semakin baik pula lulusan-lulusan kompeten yang diciptakan. Sistem pembelajaran yang baik adalah sistem yang menyeimbangkan semua aspek kecerdasan manusia yaitu kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ), dan kecerdasan Spiritual (SQ). Tanpa adanya keseimbangan dari setiap aspek tersebut merupakan awal terjadinya krisis multidimensi pada masa depan. Seperti yang terjadi di Indonesia pada saat ini, krisis multidimensi terjadi akibat adanya ketidakseimbangan dari aspek kecerdasan dalam sistem pendidikan pada tahun-tahun yang lalu.

Jika saya introspeksi bagaimana sistem pendidikan di Indonesia dari sudut pandang saya yang sudah tamat SMA tahun 2011, sistem pendidikan di Indonesia masih belum bisa menyeimbangkan semua aspek kecerdasan manusia tersebut. Sistem pendidikan di Indonesia masih memandang bahwa IQ adalah yang paling utama untuk ditingkatkan oleh para siswa. Hal tersebut bisa dilihat bagaimana sebuah nilai yang tertulis diatas kertas menjadi acuan untuk meneruskan ke jenjang berikutnya. Padahal seseorang yang nilainya rendah belum tentu tidak pantas untuk sekolah di sekolah favorit. Bukankah setiap orang berhak untuk belajar dan memperbaiki diri, bukan?

Kesuksesan seseorang bukanlah dilihat dari seberapa tinggi ia menimba ilmu atau seberapa tinggi nilai yang ia dapatkan dalam menyelesaikan sekolah namun seberapa banyak ia telah bermanfaat bagi kehidupan orang lain. Tidak bisa dipungkiri bahwa saat ini banyak sarjana yang memilih bekerja di kota-kota besar untuk mencari untung sebanyak-banyaknya atau bekerja di daerah pedalaman untuk mengambil kekayaan alam dari Indonesia. Hal tersebut terjadi karena kecerdasan mereka yang tinggi namun tidak diimbangi dengan rasa peduli terhadap lingkungan atau rasa berdosa dalam agama.

Untuk mengatasi hal tersebut, sekolah seharusnya mampu untuk melaksanakan sistem pembelajaran yang menyeimbangkan IQ, EQ dan SQ. Kecerdasan intelektual yang saat ini sudah diterapkan dengan baik oleh sekolah-sekolah juga harus diseimbangkan dengan EQ dan SQ. Kecerdasan emosional merupakan kemampuan dalam hal berinteraksi dengan sosial yang apabila diterapkan dalam sistem pembelajaran diharapkan mampu menciptakan lulusan-lulusan yang memiliki empati serta peka terhadap lingkungan sekitar. Sedangkan kecerdasan spiritual adalah kemampuan dalam bidang membangun hubungan dengan sang maha pencipta atau beribadah. Dan apabila sistem ini mampu diterapkan, maka Indonesia tidak hanya mampu menciptakan bibit-bibit yang cerdas, namun juga beragama dan peduli terhadap lingkungan.

Seperti halnya anak lainnya, saya bersyukur saya diberi kesempatan untuk bisa merasakan duduk dibangku sekolah untuk menerima ilmu yang begitu banyaknya. Saya juga tidak kalah bersyukur bahwa saya tidak hanya diajarkan pelajaran-pelajaran alam namun juga agama dan sosial. Sewaktu SD saya bersekolah di sekolah Madrasah yang mengajarkan banyak ilmu agama kepada saya. Banyak petuah yang saya dapatkan dari guru yang luar biasa, petuah yang paling berkesan di hati saya adalah ketika saya dan teman-teman sangat terlambat masuk kelas karena keasyikan istirahat jalan-jalan disekitar sekolah, guru saya bukannya marah tapi beliau malah memberi kami nasihat “kasian orang tua kalian cari uang buat sekolah kalau kalian gak benar-benar belajarnya” huhuhu jadi sedih.

Sewaktu saya duduk dibangku SMP pun saya juga banyak mendapatkan pelajaran yang berharga. Sekolah SMP saya setiap hari Jum’at mengadakan kegiatan Jum’at Taqwa yang wajib diikuti oleh semua siswa beragama Islam, dan hari Sabtu sepulang sekolah selalu ada kegiatan ekstrakurikuler pramuka, kelompok ilmiah remaja, paskibra dan yang lainnya. Saya suka sekali dengan kegiatan Jum’at Taqwa, karena dalam kegiatan itu kami dikumpulkan di halaman sekolah yang sangat luas dan duduk beralaskan sajadah sambil mendengarkan ceramah oleh ustadz yang diundang oleh sekolah. Karena kami masih SMP, materi-materi ceramahnya pun menarik seputar remaja atau tentang masa depan. Salah satu ustadz pernah menjadi penceramah dan pernah berpesan “tidak ada kata terlambat untuk belajar, saya pun dulu baru belajar bahasa inggris ketika teman-teman sudah sangat jago berbahasa inggris. Tapi pada akhirnya saya juga bisa seperti mereka dan bersekolah di luar negeri”.

Pada masa SMA, saya pun sangat bersyukur karena diberi kesempatan duduk di sekolah yang kata orang banyak adalah sekolah favorit. Dan tidak kalah bersyukur karena bisa menempati kelas percepatan dan bertemu dengan teman-teman yang hebat, bercita-cita tinggi dan memotivasi. Sewaktu menjadi siswa baru, kami sudah ditanya oleh guru “mau masuk kuliah jurusan apa nanti”, dan “menentukan masa depan itu penting agar kita lebih fokus dengan impian itu”. Di kelas ini saya berteman dengan seseorang yang pikirannya sangat optimis, dia sangat ingin masuk FK UI. Saya yang mendengarkan impiannya itu hanya bisa meng-aminkan walau dalam hati ada khawatir kalau dia tidak bisa masuk mengingat sekolah kami yang meski favorit namun sangat jauh dari Jakarta dan bahkan tidak ada sebelumnya kakak kelas yang bisa tembus FK UI. Namun dengan semangatnya yang ditumpahkannya dalam usaha dan doa kini ia tengah menempuh kuliah di FK UI. Luar biasa bukan dia itu. Dari dia aku belajar bahwa tidak ada yang tidak mungkin selama kita mau berusaha dan berdoa. Bulan saja sudah bisa dicapai oleh manusia, lantas impian yang masih ada di bumi apakah tidak bisa untuk dicapai? 🙂

Dan sekarang saya duduk di bangku kuliah di Universitas yang ternama di pulau saya namun mungkin kurang ternama di pulau lain, hehe. Saya kuliah di jurusan kedokteran gigi, sebuah program studi yang baru berdiri 5 tahun dan insyaallah akan menjadi Fakultas Kedokteran Gigi tahun 2015, aamiin. Karena baru saja berdiri, dosen-dosen nya adalah dosen dari kampus ternama di pulau jawa, yah bisa ditebak lahh siapa lagi kalau bukan dari UI, UNAIR, UGM, dan lainnya. Beliau adalah dosen-dosen yang sangat luar biasa yang meskipun program studi ini baru berdiri, beliau tetap mau berkontribusi untuk kampus kami hingga kami akan menjadi Fakultas Kedokteran Gigi. Saya sangat mengerti bagaimana perjuangan beliau untuk tetap bertahan mengajar dan tinggal di Banjarmasin yang panas dan rumah di atas air ini. Oleh sebab itu saya sangat kagum dengan dosen-dosen saya. Saya pun bertemu dengan teman-teman yang hebat, teman-teman yang datang jauh-jauh dari kampung untuk menimba ilmu. Yah, semoga mereka termasuk saya mampu menjadi lulusan yang bisa bermanfaat bagi masyarakat. Aamiin ya rabbal alamin.

Di akhir kata, saya menyimpulkan bahwa sistem pembelajaran yang baik adalah kunci dari keberhasilan sekolah dalam mencetak lulusan-lulusan yang kompeten. Namun terlepas dari itu semua, kembali lagi kepada setiap individunya, ingin menjadi apa kita setelah lulus? Menjadi orang kaya yang minim dengan rasa peduli, atau orang jahat yang mencuri hak-hak manusia lain atau kah menjadi orang yang bisa bermanfaat bagi orang lain serta menjadi penerus bangsa yang mampu memperbaiki sistem-sistem negara yang telah dirusak oleh mereka yang tidak bermoral. Semoga tulisan ini bisa menjadi refleksi terutama bagi saya untuk terus mengingat apa tujuan dari sekolah dan harapan setelah lulus sekolah.

Tulisan ini diikutsertakan pada “Give Away Sekolah Impian”

1 responses to “Sekolah Impian: Mengatasi Krisis Multidimensi

Tinggalkan Balasan ke Sehat Itu Mantap Batalkan balasan